Jalan Damai Yaman; Houthi Gabung PLC, Damai atau Rapuh?

Wacana memperbesar komposisi Presidential Leadership Council (PLC) Yaman dengan memasukkan perwakilan Dewan Politik Ansarullah atau Houthi kembali mengemuka di tengah kebuntuan politik dan keamanan nasional. Gagasan ini dipandang sebagian kalangan sebagai jalan realistis untuk menghentikan perang berkepanjangan, namun juga memunculkan kekhawatiran baru akan rapuhnya struktur keamanan negara.

PLC sendiri dibentuk sebagai solusi transisi pasca runtuhnya pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi, dengan tujuan menyatukan faksi-faksi anti-Houthi dalam satu kepemimpinan kolektif. Namun tanpa keterlibatan langsung Houthi, lembaga tersebut dinilai gagal mewakili realitas kekuasaan di lapangan.

Masuknya dua anggota Dewan Politik Ansarullah ke dalam PLC diperkirakan akan membawa dampak langsung terhadap dinamika keamanan nasional. Dalam jangka pendek, langkah ini berpotensi menurunkan eskalasi militer karena membuka kanal politik formal bagi kelompok yang selama ini mengandalkan kekuatan senjata.

Sejumlah pengamat menilai bahwa legitimasi politik parsial yang diberikan kepada Houthi dapat mendorong pembekuan front-front perang aktif, khususnya di wilayah utara dan perbatasan strategis seperti Marib. Dengan duduk dalam struktur negara, Houthi dinilai memiliki insentif untuk menahan operasi militer berskala besar.

Namun stabilitas awal tersebut diperkirakan hanya bersifat sementara. Tantangan utama terletak pada fragmentasi komando keamanan yang semakin kompleks. PLC saat ini saja telah dihuni aktor-aktor dengan struktur militer masing-masing, mulai dari STC di selatan hingga jaringan militer Islah.

Jika Houthi masuk PLC tanpa melebur kekuatan militernya, Yaman akan memiliki lebih banyak pusat kekuasaan bersenjata yang sah secara politik. Kondisi ini menciptakan keamanan negatif, yakni ketiadaan perang terbuka tetapi tanpa fondasi stabilitas jangka panjang.

Di wilayah Sanaa dan Yaman utara, kehadiran Houthi dalam PLC kemungkinan tidak mengubah kendali keamanan di lapangan. Aparat keamanan, intelijen, dan administrasi lokal diperkirakan tetap berada di bawah kontrol Ansarullah, sementara peran PLC lebih bersifat simbolik dan politis.

Sebaliknya, implikasi serius justru muncul di wilayah selatan. Southern Transitional Council (STC) memandang Houthi sebagai musuh historis dan eksistensial, sehingga legitimasi politik terhadap kelompok tersebut berpotensi memicu resistensi dan militerisasi lebih lanjut di selatan.

Ketegangan horizontal antarfaksi PLC juga dikhawatirkan meningkat. Alih-alih konflik utara–selatan, Yaman berisiko terjerumus ke konflik internal elite bersenjata dalam satu struktur pemerintahan.

Di tingkat regional, masuknya Houthi ke PLC dapat menurunkan tekanan eskalatif di Laut Merah dalam jangka pendek. Negara-negara regional dan internasional kemungkinan mendorong Ansarullah menahan operasi maritim demi menjaga proses politik.

Namun isu Laut Merah tidak sepenuhnya berada dalam kendali internal Yaman. Operasi Houthi selama ini juga terkait dinamika regional yang lebih luas, termasuk konflik Gaza dan hubungan Iran–Barat, sehingga stabilitas maritim tetap rapuh.

Persoalan mendasar lain adalah legitimasi senjata. Tanpa kesepakatan nasional tentang monopoli kekerasan negara, PLC yang diperluas berisiko berubah menjadi forum kompromi elite bersenjata, bukan pemerintah efektif.

Beberapa analis menyebut skenario ini sebagai “negara konsensus bersenjata”, di mana stabilitas dijaga melalui keseimbangan kekuatan, bukan supremasi hukum. Model seperti ini pernah terjadi di negara-negara lain, namun cenderung melanggengkan konflik laten.

Meski demikian, sebagian diplomat menilai opsi inklusif ini tetap lebih baik dibandingkan stagnasi perang. Perang nasional berskala besar diperkirakan dapat dihindari jika semua aktor utama merasa diakomodasi secara politik.

Dalam skenario paling realistis, perluasan PLC dengan keterlibatan Houthi akan menghasilkan situasi tanpa perang besar, tetapi masih diwarnai kekerasan lokal, konflik proxy, dan ketegangan politik berkepanjangan.

Keamanan publik mungkin membaik di sejumlah wilayah, namun risiko instabilitas struktural tetap tinggi. Negara Yaman belum akan mencapai pemulihan penuh tanpa reformasi keamanan menyeluruh.

Masuknya Ansarullah ke PLC juga berpotensi mengubah peta diplomasi regional. Saudi Arabia dan mitra internasionalnya diperkirakan lebih memilih stabilitas pragmatis ketimbang kemenangan militer yang kian sulit dicapai.

Bagi masyarakat Yaman, langkah ini memberi harapan akan berakhirnya perang terbuka, namun sekaligus menimbulkan kecemasan akan masa depan negara yang terfragmentasi secara permanen.

Para pengamat sepakat bahwa perluasan PLC hanyalah fase transisi, bukan solusi final konflik Yaman. Tanpa penyatuan institusi militer dan keamanan di bawah satu otoritas nasional, perdamaian akan tetap bersifat rapuh.

Akhirnya, keputusan memasukkan Houthi ke dalam PLC akan menentukan arah baru konflik Yaman, apakah menuju stabilitas bertahap atau sekadar jeda panjang sebelum krisis berikutnya kembali meletus.

Share on Google Plus

About peace

Dairi Keren kumpulan berira mengenai Dairi dan Pakpak

0 komentar:

Posting Komentar