Maha sendiri ialah anak dari Djor Parliman yang berasal dari India yang datang dengan saudaranya yang lain melalui Singkil menyusuri Kali Alas hingga hulu Lae Simbelin dan sampai di Kepas.
Marga Maha merupakan salah satu Marga Pakpak yang memiliki Ulayat terluas meliputi empat kenegrian sewaktu Pemerintahan Belanda yaitu Siempat Nempu (Kab.Dairi), Lae Njuhar, Kuta Gerat dan Pasir Belo.
Berdasarkan cerita tetua Marga Maha pada era Kepemimpinan Keneppen Maha hingga Nipe Maha, Marga Maha sangatlah disegani oleh pihak lain hal ini dibuktikan bilamana Marga Maha mengadakan pesta maka disetiap perbatasan tanah Ulayatnya dipotonglah masing – masing tujuh ekor kerbau,yang mana kerbau tersebut disediakan oleh pihak Marga lain diluar Marga Maha.
Dalam berinteraksi sosial Marga Maha sangatlah menjunjung tinggi nilai dan norma adat sebagai pedoman hidup.
Dalam hal ini Sulang Silima lah sebagai Hukum tertinggi,dimana dalam Sulang Silima semua hal mengenai kekerabatan,pertanian,pertahanan,perang dsb diatur sebagai mana mestinya namun tetap dinamis merujuk pada situasi yang ada.Marga Maha juga selalu bersifat terbuka dengan menerima kedatangan pihak lain selagi pihak lain tersebut masih menghargai tatanan adat yang ada di daerah tersebut.
Pada awal tahun 1900 Marga Maha juga melakukan perlawanan terhadap Kolonial Belanda.Pasukan Selimin dibawah kepemimpinan Raja Koser Maha (Gelar Pa Mahur) secara terbuka melawan tindakan kolonial Belanda.Sehingga banyak Panglima Marga Maha yang tertangkap,terbunuh dan diasingkan ke Pulau Nias.Namun Perjuangan mereka akhirnya mendapatkan hasil hingga keberadaan (Kerajaan) Marga Maha dan Agama Islam yang dianut oleh mereka diakui oleh pihak Belanda.
Pada tahun 1949 (Agresi Militer kedua) setelah Pemerintahan di Kab.Dairi menjadi Pemerintahan Sipil bukan lagi Pemerintahan Militer,diangkatlah anak dari Raja Koser Maha yaitu Raja Kisaren Masri Maha sebagai Kepala Pemerintahan pertama di Dairi namun hal ini tidak berlangsung lama karena Raja Kisaren Masri Maha dipanggil oleh Keresidenan Tapanuli ke Sibolga.Lalu pada tahun 1964 sewaktu Kab.Dairi resmi memisahkan diri dari Kab.Tapanuli Utara maka melalui pemilihan Bupati oleh DPRD yang ketika itu berjumlah 20 orang maka sebagai pemenang suara terbanyak terpilihlah Mayor Raja Nembah Maha sebagai Bupati KDH Tk II Dairi yang pertama. (sumber)
Marga Maha merupakan salah satu Marga Pakpak yang memiliki Ulayat terluas meliputi empat kenegrian sewaktu Pemerintahan Belanda yaitu Siempat Nempu (Kab.Dairi), Lae Njuhar, Kuta Gerat dan Pasir Belo.
Berdasarkan cerita tetua Marga Maha pada era Kepemimpinan Keneppen Maha hingga Nipe Maha, Marga Maha sangatlah disegani oleh pihak lain hal ini dibuktikan bilamana Marga Maha mengadakan pesta maka disetiap perbatasan tanah Ulayatnya dipotonglah masing – masing tujuh ekor kerbau,yang mana kerbau tersebut disediakan oleh pihak Marga lain diluar Marga Maha.
Dalam berinteraksi sosial Marga Maha sangatlah menjunjung tinggi nilai dan norma adat sebagai pedoman hidup.
Dalam hal ini Sulang Silima lah sebagai Hukum tertinggi,dimana dalam Sulang Silima semua hal mengenai kekerabatan,pertanian,pertahanan,perang dsb diatur sebagai mana mestinya namun tetap dinamis merujuk pada situasi yang ada.Marga Maha juga selalu bersifat terbuka dengan menerima kedatangan pihak lain selagi pihak lain tersebut masih menghargai tatanan adat yang ada di daerah tersebut.
Pada awal tahun 1900 Marga Maha juga melakukan perlawanan terhadap Kolonial Belanda.Pasukan Selimin dibawah kepemimpinan Raja Koser Maha (Gelar Pa Mahur) secara terbuka melawan tindakan kolonial Belanda.Sehingga banyak Panglima Marga Maha yang tertangkap,terbunuh dan diasingkan ke Pulau Nias.Namun Perjuangan mereka akhirnya mendapatkan hasil hingga keberadaan (Kerajaan) Marga Maha dan Agama Islam yang dianut oleh mereka diakui oleh pihak Belanda.
Pada tahun 1949 (Agresi Militer kedua) setelah Pemerintahan di Kab.Dairi menjadi Pemerintahan Sipil bukan lagi Pemerintahan Militer,diangkatlah anak dari Raja Koser Maha yaitu Raja Kisaren Masri Maha sebagai Kepala Pemerintahan pertama di Dairi namun hal ini tidak berlangsung lama karena Raja Kisaren Masri Maha dipanggil oleh Keresidenan Tapanuli ke Sibolga.Lalu pada tahun 1964 sewaktu Kab.Dairi resmi memisahkan diri dari Kab.Tapanuli Utara maka melalui pemilihan Bupati oleh DPRD yang ketika itu berjumlah 20 orang maka sebagai pemenang suara terbanyak terpilihlah Mayor Raja Nembah Maha sebagai Bupati KDH Tk II Dairi yang pertama. (sumber)
0 komentar:
Posting Komentar